Cari Blog Ini

Rabu, 24 September 2014

Asuhan Keperawatan Kusta



KONSEP DASAR MEDIS
A.     Devinisi Penyakit Kusta
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.
Menurut Depkes RI (1996) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Depkes RI (2006) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan psikologis.
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat.
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama yaitu kusta bentuk kering ( tuberkuloid ) dan kusta bentuk basa ( lpromatosa ) dan bentuk ketiga yaitu bentuk peralihan ( borederline ) ( wim de Jong et Al 2005 )
1.      Kusta bentuk kering
Tidak menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul di pipi, punggung, paha dan lengan. Bercak tampak kering

2.      Kusta bentuk basah
Bentuk menular karna kumannya banyak terdapat di selaput lendir kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan kecil-kecil tersebar di seluruh badan, berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak mengkilat dan berminyak, dapat berupa benjolan marah sebesar biii jagung yang tersebar di badan, muka dan daun telinga. Di sertai rontoknya air mata dan menebalnya daun telinga
3.      Kusta tipe peralihan
Merupakan peralihan antara kedua tipe utama. Pengobatan tipe ini di masukkan ke dalam jenis tipe basah

B.      Etiologi Penyakit Kusta

Penyakit ini sebenarnya disebabkan oleh bakteri pathogen Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh seorang ahli fisika Norwegia bernama Gerhard Armauer Hansen, pada tahun 1874 lalu. Mycobacterium leprae merupakan salah satu kuman yang berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um.
Penelitian dengan mikroskop electron tampak bahwa M. leprae mempunyai dinding yang terdiri atas 2 lapisan, yakni lapisan padat terdapat pada bagian dalam yang terdiri atas peptidoglikan dan lapisan transparan pada bagian luar yang terdiri atas lipopolisakarida dan kompleks protein-lipopolisakarida. Dinding polisakarida ini adalah suatu arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh asam mikolik dengan ketebalan 20nm (9,10). Tampaknya peptidoglikan ini mempunyai sifat spesifik (11) pada M.leprae , yaitu adanya asam amino glisin,sedangkan pada bakteri lain mengandung alanin. M. leprae ini merupakan basil gram positif karena sitoplasma basil ini mempunyai struktur yang sama dengan basil gram positif yang lain yaitu mengandung DNA dan RNA

C.      Patofisiologi

Kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan (Sel Schwan) dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak mengandung kuman (tipe multibasiler) yang belum diobati. Kuman masuk ke dalam tubuh menuju tempat predileksinya yaitu saraf tepi. Saat Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas pasien. Mycobacterium leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda.
Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
1.      Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah  mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
2.      Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
3.      Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Masa inkubasinya yaitu 3-5 tahun

D.     Manifestasi Klinik
Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut:
1.      Tanda-tanda pada kulit
·         Lesi kulit dapat tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas.
·         Kulit mengkilat
·         Bercak yang tidak gatal
·         Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat atau tidak berambut
2.      Tanda-tanda pada syaraf
·         Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan
·         Gangguan gerak anggota badan/bagian muka
·         Adanya cacat (deformitas)
·         Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh

E.      Pencegahan dan Penatalaksanaan Penyakit Kusta
Beberapa pencegahan yang dapat di lakukan yaitu sebagai berikut:
1.      Pencegahan Primodial
Tingkat pencegahan ini adalah tingkat pencegahan yang paling baru dikenal. Tujuan dari pencegahan primordial adalah untuk menghindari kemunculan dan kemapanan di bidang social, ekonomi, dan pola kehidupan yang diketahui mempunyai kontribusi untuk meningkatkan resiko penyakit. Pencegahan primordial yang efektif itu memerlukan adanya peraturan yang keras dari pemerintah dan ketentuan tentang fiscal agar dapat melaksanakan kebijaksanaan yang ada.
Pemerintah dengan berbagai macam program dan kebijakan. Program yang terkenal dalam menangani penyakit ini adalah “Pemberantasan Penyakit Menular Langsung Kusta”. Perlu adanya kebijakan yang keras pada penerapan program ini di setiap daerah agar program ini dapat berjalan dengan efektif dan diharapkan mampu menanggulangi dan mengurangi penderita kusta di Indonesia.

2.      Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan tingkat pertama, tujuannya adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya, pencegahan ini terdiri dari :
a.      Promosi kesehatan
Yaitu dengan cara penyuluhan-penyuluhan tentang penularan, pengobatan dan pencegahan penyakit kusta, serta pentingnya makanan sehat dan bergizi untuk meningkatkan status gizi tiap individu menjadi baik.
            Menurut Depkes RI (2005a) diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki risiko tertular karena berada di sekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat).

b.      Pemberian Imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2005a dalam Hutabarat, 2008).

3.      Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini meliputi diagnosis dini dan pemberian pengobatan (prompt treatment).
a.      Diagnosis dini yaitu diagnosis dini pada kusta dapat dilakukan dengan pemeriksaan kulit, dan pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya .
b.      Pengobatan yang diberikan pada penderita kusta adalah DDS (diaminodifenilsulfon), klofazimin, rifampisin, prednisone, sulfatferrosus dan vitamin A.  Pengobatan lain adalah dengan Multi drug treatment (MDT) yaitu gabungan pemberian obat refampicin, ofloxacin dan minocyclin sesuai dengan dosis dan tipe penyakit kusta.  Pengobatan kusta ini dilakukan secara teratur dan terus menerus selama 6-9 bulan.
Menurut Depkes RI (2006) diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan sekunder dilakukan dengan pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain.


4.      Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi kemajuan atau komplikasi penyakit yang sudah terjadi, dan adalah merupakan sebuah aspek terapatik dan kedokteran rehabilitasi yang paling penting .Pencegahan tersier merupakan usaha pencegahan terakhir

Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan pada penyakit kusta ada beberapa obat yang di gunakan sebagai berikut:
1.      Rifampicin, dapat membunuh bakteri kusta dengan menghambat perkembangbiakan bakteri (dosis 600mg)
2.      Vitamin A (untuk menyehatkan kulit yang bersisik).
3.       Clofamizine (CLF), menghambat pertumbuhan dan menekan efek bakteri perlahan pada Mycobacterium Leprae dengan berikatan pada DNA bakteri
4.       Ofloxacin, synthetic fluoroquinolone, yang bereaksi menyerupai penghambat bacterial DNA gyrase
5.       Minocycline, semisynthetic tetracycline, menghambat sintesis protein pada bakteri
Secara umum terdapat empat jenis obat antikusta, yaitu :
1.         Sulfon
2.         Rifampisin
3.         Klofazimin
4.         Prototionamide dan etionamide






PANDANGAN ISLAM TENTANG PENYAKIT KUSTA
sabda Rasulullah, "Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan, tidak ada kegundahan dan tidak ada bahaya di bulan Shafar." (Muttafaqun 'Alaihi) Bagaimana hukumnya menolak hadits ini? Bagaimana memadukan hadits ini dengan hadits "Larilah kamu dari orang yang berpenyakit kusta seperti larimu dari macam?
Al-Adwa' (penyakit menular) adalah penyakit yang berpindah dari orang sakit kepada orang sehat. Seperti yang terjadi pada penyakit-penyakit inderawi, penularan juga terjadi pada penyakit-penyakit maknawi. Maka dari itu Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam mengabarkan bahwa orang yang duduk bersama orang buruk seperti orang yang meniup bara api; baik akan membakar bajunya sendiri atau akan mencium bau yang tidak sedap. Sabda Rasulullah, "penyakit menular" mencakup penyakit menular yang bersifat fisik inderawi dan maknawi.
"Ath-Thairah" adalah merasa pesimis karena melihat, mendengar atau mengetahui sesuatu.
Sebagian manusia ada yang membuka mushaf Al-Qur'an untuk mendapatkan optimisme, jika dia membaca ayat-ayat tentang neraka, maka dia berkata; ini pertanda tidak baik, dan jika membaca ayat-ayat tentang surga, ini pertanda baik. Tindakan seperti ini sebenarnya sama dengan tindakan orang-orang jahiliyah yang mengundi nasib dengan anak panah.
sabda Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, "Larilah kamu dari orang yang berpenyakit kusta seperti kamu lari dari macan." Penyakit kusta adalah penyakit ganas yang menular dengan cepat dan dapat mematikan penderitanya, bahkan ada yang mengatakan bahwa penyakit kusta itu adalah wabah, maka diperintahkan agar menjauh supaya tidak terjadi penularan. Dalam hadits itu ditegaskan tentang adanya penularan, tetapi penularan itu bukan sesuatu yang pasti sehingga menjadi 'illah yang pasti pula. Tetapi Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam memerintahkan untuk menjauhi penderita kusta dan tidak mendekatkan orang yang sakit dengan orang sehat, dilihat dari sudut pandang menjauhi sebab-sebab bukan dari bab pengaruh sebab itu sendiri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian sendiri kepada kebinasaan." (Al-Baqarah: 195).
Tidak dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam mengingkari adanya pengaruh penyakit menular, karena ini adalah perkara yang realistis dan masih ada hadits-hadits yang lain.
Ketika Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Tidak ada penyakit menular", seorang lelaki bertanya, "Ya Rasulullah, tidak tahukah engkau bahwa jika di padang pasir ada seekor onta betina, lalu dikawin oleh onta jantan yang sakit kudis maka onta betina itu akan kudisan juga? Nabi menjawab, "Lalu siapa yang menulari onta yang pertama?"
Jawaban Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam dengan sabdanya, "Siapa yang menulari onta yang pertama?" mengisyaratkan bahwa penyakit itu pindah dari onta yang sakit kepada onta yang sehat atas aturan Allah. Penyakit yang menimpa pada onta yang pertama tidak ada yang menularinya, melainkan turun dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada sesuatu yang disebabkan oleh sesuatu tertentu dan ada sesuatu yang tidak disebabkan oleh sesuatu tertentu. Kudis yang menimpa onta yang pertama tidak diketahui penyebabnya, melainkan karena sudah ditakdirkan oleh Allah, sedangkan kudis yang menimpa setelahnya karena ada sebab tertentu dan jika Allah berkehendak tidak menular. Maka dari itu kadang ada onta yang terkena penyakit kudis kemudian sembuh dan tidak mati. Begitu juga wabah penyakit dan kolera merupakan penyakit menular, kadang masuk rumah sehingga menimpa sebagian anggota keluarga hingga mati, kadang ada yang bisa diselamatkan dan kadang ada yang tidak terkena sama sekali. Manusia harus bersandar kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya.
Penyakit kusta dalam Islam dari Al Quran dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
1.      Alquraan :
·         Ali Imran ayat 49.
Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman. (QS: Ali Imran Ayat: 49).
·         Al Maidah ayat 110.

(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata".
(QS: Al-Maidah Ayat: 110)

2.      Fatwa MUI tentang kusta

Fatwa MUI juga berdasarkan Surah Ali Imran ayat 49 dan Al Maidah ayat 110 ditambah dengan Hadis Rasulullah SAW:  “Berobatlah, hai hamba Allah karena sesungguhnya Allah SWT tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obat baginya. Hanya satu penyakit yang tidak ada obatnya yaitu penyakit tua”. (Hadis riwayat Ahmad dalam Musnad-nya riwayat Abu Daud. Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah. Lihat kitab Fath al –Qadi-III hal 238).
Dari Surah Ali Imran 49 dan Al Maidah 110, Al Quran menjelaskan bahwa di dunia ini ada suatu penyakit yang disebut sofak (kusta). Nabi Isa AS dapat menyembuhkan kusta hanya dengan seizin Allah artinya berupa mukjizat yang diperoleh dari Allah SWT.




KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.     Pengkajian
1.      Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
2.      Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.
3.      Riwayat kesehatan masa lalu
Pada klien dengan  reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
4.      Riwayat kesehatan keluarga
kusta merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
5.      Riwayat psikologi
Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
6.      Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
1.      Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alismata akan rontok.
2.      Sistem syaraf
·         Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
·         Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
·         Kerusakan fungsi otonom
·         Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
3.      System Musculoskeletal Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
4.      System Integumen Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

B.      Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera

Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Menyatakan secara verbal pengetahuan tantang cara alternatif untuk meredakan nyeri
2.      Tidak menunjukkan adanya nyeri meningkat
3.      Nyeri teratasi

1.      Kaji tingkat nyeri termasuk termasuk karakteristik,kualitas,durasi dan frekwensi
2.      Observasi tanda-tanda vital.
3.      Ajarkan dan anjurkan kilien melakukan tehnik relaksasi
4.      Atur posisi senyaman mungkin.
5.      Kolaborasi dalam penberian analgetik

2.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi

Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      menunjukkan regenerasi jaringan
2.      tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
3.      eritema kulit dan eritema di sekitar luka minimal
1.      Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
2.      Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi
3.      Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi, perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar.
4.      Bersihkan lesi dengan sabun pada waktu direndam.
5.      Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan.
6.      Konsultasi pada dokter tentang implementsi pemberian makanan dan nutrisi untuk meningkatkan potensi penyembuhan luka

3.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot

Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Menunjukan toleransi aktivitas
2.      Menampilkan aktifitas kehidupan sehari-hari
1.      Kaji tingkat kemampuan klien
2.      Anjurkan periode untuk istrahat dan aktivitas secara bergantian
3.      Bantu klien untuk mengubah posisi secara berkala
4.      Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif 
5.      Kolaborasi dengan ahli terapi dalam memberikan terapi yang tepat







4.      Gannguan citra tubuh berhubungan dengan
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
2.      Menentukan penerimaan penampilan
3.      Memelihara interaksi sosial yang dekat dan hubungan personal
1.      Kaji respon verbal dan nonverbal klien terhadap dirinya
2.      Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
3.      Beri dorongan kepeda klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
4.      Bantu klien dalam mengatasi masalahnya


5.      Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental

Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Menunjukkan keterlibatan sosial
2.      Dapat berinteraksi baik dengan masyarakat
3.      Berpartisipasi dalam aktivitas dengan orang lain
4.      Mengembangkan hubungan satu sama lain
1.      Bina hubungan teraupetik dengan pasien yang mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain
2.      Bantu pasien membedakan antara persepsi dan kenyataan
3.      Kurangi stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien
4.      Fasilitasi kemempuan individuuntuk berinteraksi dengan orang lain
5.      Fasilitasi dukungan kepada pasien oleh keluarga, teman, dan komunitas


6.      Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2.      Mengidentifikasi , mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas
1.      Kaji tingkat kecemasan
2.      Gunakan pendekatan yang menenangkan
3.      Jelaskan semua prosedur dan apa yang di rasakan selama prosedur
4.      Dorond pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi
5.      Kolaborasi dalam pemberian obat penurun cemas


7.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat

Tujuan dak kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2.      Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di jelaskan secara benar
3.      Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang di jelaskan
1.      Kaji tingkat pengetahuan pasien
2.      Beri informasi tentang penyakit dan pengobatan kepeda pasien
3.      Berikan motivasi pada klien tentang kesembuhannya
4.      Diskusikan setiap tindakan yang berhubungan dengan penyakitnya.





DAFTAR PUSTAKA

Judith M Wilkikson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta EGC, 2011
Amiruddin, Muh. Dali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates, 2000.
Mansjoer, Arif M. Kapita selekta kedokteran, jilid 1. Media aesculapius. Jakarta: 2000
































1 komentar: